Sabtu, 27 September 2014

MATERI MAKALAH TENTANG NARKOBA

Pengertian Narkoba 
Pengertian Narkoba
    Narkoba adalah singkatan dari narkotika dan obat/bahan berbahaya. Selain "narkoba", istilah lain yang diperkenalkan khususnya oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia adalah napza yang merupakan singkatan dari 'Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif'.
Semua istilah ini, baik "narkoba" atau napza, mengacu pada sekelompok zat yang umumnya mempunyai resiko kecanduan bagi penggunanya. Menurut pakar kesehatan narkoba sebenarnya adalah psikotropika yang biasa dipakai untuk membius pasien saat hendak dioparasi atau obat-obatan untuk penyakit tertentu. Namun kini presepsi itu disalah gunakan akibat pemakaian yang telah diluar batas dosis.
Narkoba adalah singkatan dari narkotika dan obat/bahan berbahaya. Selain "narkoba", istilah lain yang diperkenalkan khususnya oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia adalah napza yang merupakan singkatan dari 'Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif'.
Semua istilah ini, baik "narkoba" atau napza, mengacu pada sekelompok zat yang umumnya mempunyai resiko kecanduan bagi penggunanya. Menurut pakar kesehatan narkoba sebenarnya adalah psikotropika yang biasa dipakai untuk membius pasien saat hendak dioparasi atau obat-obatan untuk penyakit tertentu. Namun kini presepsi itu disalah gunakan akibat pemakaian yang telah diluar batas dosis.
Efek efek narkoba
  • Halusinogen, efek dari narkoba bisa mengakibatkan bila dikonsumsi dalam sekian dosis tertentu dapat mengakibatkan seseorang menjadi berhalusinasi dengan melihat suatu hal/benda yang sebenarnya tidak ada / tidak nyata contohnya kokain & LTD
  • Stimulan , efek dari narkoba yang bisa mengakibatkan kerja organ tubuh seperti jantung dan otak bekerja lebih cepat dari kerja biasanya sehingga mengakibatkan seseorang lebih bertenaga untuk sementara waktu , dan cenderung membuat seorang pengguna lebih senang dan gembira untuk sementara waktu
  • Adiktif , Seseorang yang sudah mengkonsumsi narkoba biasanya akan ingin dan ingin lagi karena zat tertentu dalam narkoba mengakibatkan seseorang cenderung bersifat pasif , karena secara tidak langsung narkoba memutuskan syaraf-syaraf dalam otak ganja , heroin , putaw
  • Jika terlalu lama dan sudah ketergantungan narkoba maka lambat laun organ dalam tubuh akan rusak dan jika sudah melebihi takaran maka pengguna itu akan overdosis dan akhirnya kematian Jenis jenis narkoba
Opiat : dikenali sebagai narkotik adalah bahan yang digunakan dalam perubatan untuk menidurkan atau melegakan kesakitan,tetapi mempunyai potensi yang tinggi untuk menyebabkan ketagihan.Sebahagian daripada opiat ,seperti candu,morfin,heroin dan kodein diperoleh daripada getah buah popi yang terdapat atau berasal dari negara-negara Timur Tengah dan Asia.Lain-lain jenis opiat seperti metadon adalah dadah sintetik/tiruan.
Ganja : tumbuhan budidaya penghasil serat, namun lebih dikenal karena kandungan zat narkotika pada bijinya, tetrahidrokanabinol (THC, tetra-hydrocannabinol) yang dapat membuat pemakainya mengalami euforia (rasa senang yang berkepanjangan tanpa sebab).
Amfetamin : Amfetamin atau Amphetamine atau Alfa-Metil-Fenetilamin atau beta-fenil-isopropilamin, atau benzedrin, adalah obat golongan stimulansia (hanya dapat diperoleh dengan resep dokter) yang biasanya digunakan hanya untuk mengobati gangguan hiperaktif karena kurang perhatian atau Attention- deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) pada pasien dewasa dan anak-anak. Juga digunakan untuk mengobati gejala-gejala luka-luka traumatik pada otak dan gejala mengantuk pada siang hari pada kasus narkolepsi dan sindrom kelelahan kronis.
Pada awalnya, amfetamin sangat populer digunakan untuk mengurangi nafsu makan dan mengontrol berat badan. Merk dagang Amfetamin (di AS) antara lain Adderall, dan Dexedrine. Sementara di Indonesia dijual dalam kemasan injeksi dengan merk dagang generik. Obat ini juga digunakan secara ilegal sebagai obat untuk kesenangan (Recreational Club Drug) dan sebagai peningkat penampilan (menambah percaya diri atau PD). Istilah "Amftamin" sering digunakan pada campuran-campuran yang diturunkan dari Amfetamin.
Kokain : senyawa sintetis yg memicu metabolisme sel menjadi sangat cepat.
Kokaina merupakan alkaloid yang didapatkan dari tumbuhan koka Erythroxylon coca, yang berasal dari Amerika Selatan. Daunnya biasa dikunyah oleh penduduk setempat untuk mendapatkan “efek stimulan”.
Saat ini kokaina masih digunakan sebagai anestetik lokal, khususnya untuk pembedahan mata, hidung dan tenggorokan, karena efek vasokonstriksif-nya juga membantu. Kokaina diklasifikasikan sebagai suatu narkotika, bersama dengan morfina dan heroina karena efek adiktif.
Alkohol : minuman yang mengandung etanol. Etanol adalah bahan psikoaktif dan konsumsinya menyebabkan penurunan kesadaran. Di berbagai negara, penjualan minuman beralkohol dibatasi ke sejumlah kalangan saja, umumnya orang-orang yang telah melewati batas usia tertentu.
Gejala-Gejala Pemakaian Narkoba Yang Berlebihan
1. Opiat (heroin, morfin, ganja)
  • perasaan senang dan bahagia
  • acuh tak acuh (apati)
  • malas bergerak
  • mengantuk
  • rasa mual
  • bicara cadel
  • pupil mata mengecil (melebar jika overdosis)
  • gangguan perhatian/daya ingat
2. Ganja
  • rasa senang dan bahagia
  • santai dan lemah
  • acuh tak acuh
  • mata merah
  • nafsu makan meningkat
  • mulut kering
  • pengendalian diri kurang
  • sering menguap/ngantuk
  • kurang konsentrasi
  • depresi
3. Amfetamin (shabu, ekstasi)
  • kewaspadaan meningkat
  • bergairah
  • rasa senang, bahagia
  • pupil mata melebar
  • denyut nadi dan tekanan darah meningkat
  • sukar tidur/ insomnia
  • hilang nafsu makan
4. Kokain
  • denyut jantung cepat
  • agitasi psikomotor/gelisah
  • euforia/rasa gembira berlebihan
  • rasa harga diri meningkat
  • banyak bicara
  • kewaspadaan meningkat
  • kejang
  • pupil (manik mata) melebar
  • tekanan darah meningkat
  • berkeringat/rasa dingin
  • mual/muntah
  • mudah berkelahi
  • psikosis
  • perdarahan darah otak
  • penyumbatan pembuluh darah
  • nystagmus horisontal/mata bergerak tak terkendali
  • distonia (kekakuan otot leher)
5. Alkohol
  • bicara cadel
  • jalan sempoyongan
  • wajah kemerahan
  • banyak bicara
  • mudah marah
  • gangguan pemusatan perhatian
  • nafas bau alkohol
6. Benzodiazepin (pil nipam, BK, mogadon)
  • bicara cadel
  • jalan sempoyongan
  • wajah kemerahan
  • banyak bicara
  • mudah marah
  • gangguan pemusatan perhatian Tanda-Tanda Kemungkinan Penyalahgunaan Narkotika dan Zat adiktif a. Fisik
  • berat badan turun drastis
  • mata terlihat cekung dan merah, muka pucat, dan bibir kehitam-hitaman
  • tangan penuh dengan bintik-bintik merah, seperti bekas gigitan nyamuk dan ada tanda bekas luka sayatan. Goresan dan perubahan warna kulit di tempat bekas suntikan
  • buang air besar dan kecil kurang lancar
  • sembelit atau sakit perut tanpa alasan yang jelas b. Emosi
  • sangat sensitif dan cepat bosan
  • bila ditegur atau dimarahi, dia malah menunjukkan sikap membangkang
  • emosinya naik turun dan tidak ragu untuk memukul orang atau berbicara kasar terhadap anggota keluarga atau orang di sekitarnya
  • nafsu makan tidak menentu c. Perilaku
  • malas dan sering melupakan tanggung jawab dan tugas-tugas rutinnya
  • menunjukkan sikap tidak peduli dan jauh dari keluarga
  • sering bertemu dengan orang yang tidak dikenal keluarga, pergi tanpa pamit dan pulang lewat tengah malam
  • suka mencuri uang di rumah, sekolah ataupun tempat pekerjaan dan menggadaikan barang-barang berharga di rumah. Begitupun dengan barang-barang berharga miliknya, banyak yang hilang
  • selalu kehabisan uang
  • waktunya di rumah kerapkali dihabiskan di kamar tidur, kloset, gudang, ruang yang gelap, kamar mandi, atau tempat-tempat sepi lainnya
  • takut akan air. Jika terkena akan terasa sakit – karena itu mereka jadi malas mandi
  • sering batuk-batuk dan pilek berkepanjangan, biasanya terjadi pada saat gejala “putus zat”
  • sikapnya cenderung jadi manipulatif dan tiba-tiba tampak manis bila ada maunya, seperti saat membutuhkan uang untuk beli obat
  • sering berbohong dan ingkar janji dengan berbagai macam alasan
  • mengalami jantung berdebar-debar
  • sering menguap
  • mengeluarkan air mata berlebihan
  • mengeluarkan keringat berlebihan
  • sering mengalami mimpi buruk
  • mengalami nyeri kepala
  • mengalami nyeri/ngilu sendi-sendi

Akibat Langsung Dan Tidak Langsung                                                            Penyalahgunaan Narkoba
     Narkotika dan obat terlarang serta zat adiktif / psikotropika dapat menyebabkan efek dan dampak negatif bagi pemakainya. Danmpak yang negatif itu sudah pasti merugikan dan sangat buruk efeknya bagi kesehatan mental dan fisik. Meskipun demikian terkadang beberapa jenis obat masih dipakai dalam dunia kedokteran, namun hanya diberikan bagi pasien-pasien tertentu, bukan untuk dikonsumsi secara umum dan bebas oleh masyarakat. Oleh karena itu obat dan narkotik yang disalahgunakan dapat menimbulkan berbagai akibat yang beraneka ragam.
A. Dampak Tidak Langsung Narkoba Yang Disalahgunakan

1. Akan banyak uang yang dibutuhkan untuk penyembuhan dan perawatan kesehatan pecandu jika tubuhnya rusak digerogoti zat beracun.
2. Dikucilkan dalam masyarakat dan pergaulan orang baik-baik. Selain itu biasanya tukang candu narkoba akan bersikap anti sosial.
3. Keluarga akan malu besar karena punya anggota keluarga yang memakai zat terlarang.
4. Kesempatan belajar hilang dan mungkin dapat dikeluarkan dari sekolah atau perguruan tinggi alias DO / drop out.
5. Tidak dipercaya lagi oleh orang lain karena umumnya pecandu narkoba akan gemar berbohong dan melakukan tindak kriminal.
6. Dosa akan terus bertambah karena lupa akan kewajiban Tuhan serta menjalani kehidupan yang dilarang oleh ajaran agamanya.
7. Bisa dijebloskan ke dalam tembok derita / penjara yang sangat menyiksa lahir batin.

Biasanya setelah seorang pecandu sembuh dan sudah sadar dari mimpi-mimpinya maka ia baru akan menyesali semua perbuatannya yang bodoh dan banyak waktu serta kesempatan yang hilang tanpa disadarinya. Terlebih jika sadarnya ketika berada di penjara. Segala caci-maki dan kutukan akan dilontarkan kepada benda haram tersebut, namun semua telah terlambat dan berakhir tanpa bisa berbuat apa-apa.
B. Dampak Langsung Narkoba Bagi Jasmani / Tubuh Manusia

1. Gangguan pada jantung
2. Gangguan pada hemoprosik
3. Gangguan pada traktur urinarius
4. Gangguan pada otak
5. Gangguan pada tulang
6. Gangguan pada pembuluh darah
7. Gangguan pada endorin
8. Gangguan pada kulit
9. Gangguan pada sistem syaraf
10. Gangguan pada paru-paru


11. Gangguan pada sistem pencernaan
12. Dapat terinfeksi penyakit menular berbahaya seperti HIV AIDS, Hepatitis, Herpes, TBC, dll.
13. Dan banyak dampak lainnya yang merugikan badan manusia.

C. Dampak Langsung Narkoba Bagi Kejiwaan / Mental Manusia

1. Menyebabkan depresi mental.
2. Menyebabkan gangguan jiwa berat / psikotik.
3. Menyebabkan bunuh diri
4. Menyebabkan melakukan tindak kejehatan, kekerasan dan pengrusakan.

Efek depresi bisa ditimbulkan akibat kecaman keluarga, teman dan masyarakat atau kegagalan dalam mencoba berhenti memakai narkoba. Namun orang normal yang depresi dapat menjadi pemakai narkoba karena mereka berpikir bahwa narkoba dapat mengatasi dan melupakan masalah dirinya, akan tetapi semua itu tidak benar
Narkotika dan obat terlarang serta zat adiktif / psikotropika dapat menyebabkan efek dan dampak negatif bagi pemakainya. Danmpak yang negatif itu sudah pasti merugikan dan sangat buruk efeknya bagi kesehatan mental dan fisik. Meskipun demikian terkadang beberapa jenis obat masih dipakai dalam dunia kedokteran, namun hanya diberikan bagi pasien-pasien tertentu, bukan untuk dikonsumsi secara umum dan bebas oleh masyarakat. Oleh karena itu obat dan narkotik yang disalahgunakan dapat menimbulkan berbagai akibat yang beraneka ragam.
A. Dampak Tidak Langsung Narkoba Yang Disalahgunakan

1. Akan banyak uang yang dibutuhkan untuk penyembuhan dan perawatan kesehatan pecandu jika tubuhnya rusak digerogoti zat beracun.
2. Dikucilkan dalam masyarakat dan pergaulan orang baik-baik. Selain itu biasanya tukang candu narkoba akan bersikap anti sosial.
3. Keluarga akan malu besar karena punya anggota keluarga yang memakai zat terlarang.
4. Kesempatan belajar hilang dan mungkin dapat dikeluarkan dari sekolah atau perguruan tinggi alias DO / drop out.
5. Tidak dipercaya lagi oleh orang lain karena umumnya pecandu narkoba akan gemar berbohong dan melakukan tindak kriminal.
6. Dosa akan terus bertambah karena lupa akan kewajiban Tuhan serta menjalani kehidupan yang dilarang oleh ajaran agamanya.
7. Bisa dijebloskan ke dalam tembok derita / penjara yang sangat menyiksa lahir batin.

Biasanya setelah seorang pecandu sembuh dan sudah sadar dari mimpi-mimpinya maka ia baru akan menyesali semua perbuatannya yang bodoh dan banyak waktu serta kesempatan yang hilang tanpa disadarinya. Terlebih jika sadarnya ketika berada di penjara. Segala caci-maki dan kutukan akan dilontarkan kepada benda haram tersebut, namun semua telah terlambat dan berakhir tanpa bisa berbuat apa-apa.
B. Dampak Langsung Narkoba Bagi Jasmani / Tubuh Manusia

1. Gangguan pada jantung
2. Gangguan pada hemoprosik
3. Gangguan pada traktur urinarius
4. Gangguan pada otak
5. Gangguan pada tulang
6. Gangguan pada pembuluh darah
7. Gangguan pada endorin
8. Gangguan pada kulit
9. Gangguan pada sistem syaraf
10. Gangguan pada paru-paru
11. Gangguan pada sistem pencernaan
12. Dapat terinfeksi penyakit menular berbahaya seperti HIV AIDS, Hepatitis, Herpes, TBC, dll.
13. Dan banyak dampak lainnya yang merugikan badan manusia.

C. Dampak Langsung Narkoba Bagi Kejiwaan / Mental Manusia

1. Menyebabkan depresi mental.
2. Menyebabkan gangguan jiwa berat / psikotik.
3. Menyebabkan bunuh diri
4. Menyebabkan melakukan tindak kejehatan, kekerasan dan pengrusakan.

Efek depresi bisa ditimbulkan akibat kecaman keluarga, teman dan masyarakat atau kegagalan dalam mencoba berhenti memakai narkoba. Namun orang normal yang depresi dapat menjadi pemakai narkoba karena mereka berpikir bahwa narkoba dapat mengatasi dan melupakan masalah dirinya, akan tetapi semua itu tidak benar

 

                    Akibat penyalahgunaan narkoba

    Akibat penyalahgunaan narkoba adalah merubah dan merusak transmisi susunan syaraf pusat dan organ-organ tubuh, merosotnya moral yang diikuti penyimpangan sosial dalam masyarakat. Dalam memenuhi narkotik, segala cara bisa dihalalkan dari menjual barang-barang hingga tindak pidana kriminalitas.
Narkoba adalah zat kimia yang dapat mengubah keadaan psikologi seperti perasaan, pikiran, suasana hati serta perilaku jika masuk ke dalam tubuh manusia baik dengan cara dimakan, diminum, dihirup, suntik, intravena, dan lain sebagainya.
Narkoba dapat digolongkan menjadi tiga golongan, yaitu : Narkotika – untuk menurunkan kesadaran atau rasa. Psikotropika – mempengaruhi psikis dari pengaruh selektif susunan syaraf pusat otak. Dan, Obat atau zat berbahaya
Pengertian narkoba. Obat-obatan yang ada dipasaran atau menurut saran dokter itu baik untuk kita gunakan dan bisa dibeli oleh masyarakat umum, merupakan obat yang legal atau sah. Namun ada kalanya tidak legal jika menggunakan obat-obat tersebut dengan cara yang tidak sesuai atau membelinya dari orang yang menjualnya secara illegal.
Ketika orang berbicara mengenai masalah penyalahgunaan obat, langsung tertuju pada Narkoba. Narkoba Adalah obat atau bahan yang berbahaya bagi tubuh, nah zat adiktif yang terkandung dalam narkoba, dapat mempengaruhi perasaan, mood dan emosi bagi yang mengkonsumsinya.
Perilaku pemakai untuk mendapatkan narkoba melakukan berbagai cara untuk mendapatkan narkoba secara terus-menerus. Pemakai yang sudah berada pada tahap kecanduan akan melakukan berbagai cara untuk bisa mendapatkan narkoba kembali. Misalnya, pelajar bisa menggunakan uang sekolahnya untuk membeli narkoba jika sudah tidak mempunyai persediaan uang.
Mengapa orang mengkonsumsi Narkoba? Untuk merasakan kesenangan, efeknya rasa bahagia rohani dan jasmani bagi si pemakai, berbeda dengan kokain, efeknya menimbulkan atau kekuatan percaya diri. Sedangkan efek dari Heroin akan merasakan kepuasan dan relaksasi.

            

 

                    Jenis - jenis Narkotika

     Jenis-jenis narkotika yang sering kita jumpai merupakan turunan dari OPIOID (OPIAD) yang sering disalahgunakan diantaranya adalah :
Candu
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiFF8wPeMet4NqyQo4KpjyL1Z2dOcDN32a3tdIA3-_llxcn6AqsehESaUOmRavy8iLCBc05hmXONOf5-PzFS-HnNLyEx-tm-CpEZD3l6H4h7vA90GoRWVMvhpWpjz7guvs5tOVKpdXTfmg/s320/candu.jpgGetah tanaman Papaver Somniferum didapat dengan menyadap (menggores) buah yang hendak masak. Getah yang keluar berwarna putih dan dinamai "Lates". Getah ini dibiarkan mengering pada permukaan buah sehingga berwarna coklat kehitaman dan sesudah diolah akan menjadi suatu adonan yang menyerupai aspal lunak. Inilah yang dinamakan candu mentah atau candu kasar. Candu kasar mengandung bermacam-macam zat-zat aktif yang sering disalahgunakan.
Candu masak warnanya coklat tua atau coklat kehitaman. Diperjual belikan dalam kemasan kotak kaleng dengan berbagai macam cap, antara lain ular, tengkorak,burung elang, bola dunia, cap 999, cap anjing, dsb. Pemakaiannya dengan cara dihisap.
Morfin
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEilczYPZoTh_tw822NofGRFu0GI_m_6FUJcTv8-Ck0s-Tv_Gt11q9z5hrNhqe48ugjLLvl1JgRNcs6cWqYsaGGVuMTd2uoeiz4leOdUH_37Lp2xrARuWGNcMzbtHG34Kp8QL9-t4WeSJBU/s320/morfin_mini.jpgMorfin adalah hasil olahan dari opium/candu mentah. Morfin merupaakan alkaloida utama dari opium ( C17H19NO3 ) . Morfin rasanya pahit, berbentuk tepung halus berwarna putih atau dalam bentuk cairan berwarna. Pemakaiannya dengan cara dihisap dan disuntikkan.
Heroin (Putaw)
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiF7f9YBjg5v78m_aO9h_q44SGyrPa9Z6hIQU9lc_twZayEoJ43jDv2QZm0cYaO44PcXRCALSNEz1itZclRqUw8VTOgJfDT847v3tlZLBLb3Ybc9-YeeBMSGeOjAYRLaPY0C3zd_TVYa4Y/s320/heroin_mini1.jpgHeroin mempunyai kekuatan yang dua kali lebih kuat dari morfin dan merupakan jenis opiat yang paling sering disalahgunakan orang di Indonesia pada akhir - akhir ini . Heroin, yang secara farmakologis mirip dengan morfin menyebabkan orang menjadi mengantuk dan perubahan mood yang tidak menentu. Walaupun pembuatan, penjualan dan pemilikan heroin adalah ilegal, tetapi diusahakan heroin tetap tersedia bagi pasien dengan penyakit kanker terminal karena efek analgesik dan euforik-nya yang baik.
Codein
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjL7mlEBiAF64UhCasA-Ok3CMzHUOo9yMq8r5YGTXdIbxAk8bdc2dXDL-5oQrDTyypBI4RebGCGvQnxChvPL1o57gPwERTAOpX1ocWkVksreiDVRmM76TxNXpyUh0_GUVbSK5oQ15F9o9I/s320/codein_mini.jpgCodein termasuk garam / turunan dari opium / candu. Efek codein lebih lemah daripada heroin, dan potensinya untuk menimbulkan ketergantungaan rendah. Biasanya dijual dalam bentuk pil atau cairan jernih. Cara pemakaiannya ditelan dan disuntikkan.
Demerol
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhInXb0G6ZAXR1v1wUKcewAfMw-myrSK6IcnI6_p3TAyrh3MpGY_2huW8ePYvioqlRL_mnyZ3Gl2E843Tp3jKgfxyg-nTVV23Zj0ldRgJlhIhQZmxYOFfJzCa1Yh-xrdYt5NlMPED7AmsQ/s320/demerol_mini.jpgNama lain dari Demerol adalah pethidina. Pemakaiannya dapat ditelan atau dengan suntikan. Demerol dijual dalam bentuk pil dan cairan tidak berwarna.
Methadone
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiOapv8RsbuFCD2pHTAulqT4kl7cT-Afg_qvHjYzVqnnEpgKRsxFjbc8gdNSXcTiVHWo6XjeyYz7YS0ifIOR3SNNeplHegPVuhHKpAjIUZ5mGyQnseD9cjBQecEu14IriOs5226by81-s0/s320/metadhon_mini.jpgSaat ini Methadone banyak digunakanorang dalam pengobatan ketergantungan opioid. Antagonis opioid telah dibuat untuk mengobati overdosis opioid dan ketergantungan opioid. Sejumlah besar narkotik sintetik (opioid) telah dibuat, termasuk meperidine (Demerol), methadone (Dolphine), pentazocine (Talwin), dan propocyphene (Darvon). Saat ini Methadone banyak digunakan orang dalam pengobatan ketergantungan opioid. Antagonis opioid telah dibuat untuk mengobati overdosis opioid dan ketergantungan opioid. Kelas obat tersebut adalah nalaxone (Narcan), naltrxone (Trexan), nalorphine, levalorphane, dan apomorphine. Sejumlah senyawa dengan aktivitas campuran agonis dan antagonis telah disintesis, dan senyawa tersebut adalah pentazocine, butorphanol (Stadol), dan buprenorphine (Buprenex). Beberapa penelitian telah menemukan bahwa buprenorphine adalah suatu pengobatan yang efektif untuk ketergantungan opioid. Nama popoler jenis opioid : putauw, etep, PT, putih.
Kokain
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgJcxu-KCI-n0eL0jaSWh6m4tEYFjTj-QR0BrBaysf4B_Mca8WfwVWeHB5xLF7TLBMlOH8aw9OeuwBUerLKwcUXS1VInPw6tWQHhT9w207eKzuRXUbrppVRT-sFc6CYbPGvnWfFItWjIM4/s320/kokain_mini.jpgKokain adalah zat yang adiktif yang sering disalahgunakan dan merupakan zat yang sangat berbahaya. Kokain merupakan alkaloid yang didapatkan dari tanaman belukar Erythroxylon coca, yang berasal dari Amerika Selatan, dimana daun dari tanaman belukar ini biasanya dikunyah-kunyah oleh penduduk setempat untuk mendapatkan efek stimulan.
Saat ini Kokain masih digunakan sebagai anestetik lokal, khususnya untuk pembedahan mata, hidung dan tenggorokan, karena efek vasokonstriksifnya juga membantu. Kokain diklasifikasikan sebagai suatu narkotik, bersama dengan morfin dan heroin karena efek adiktif dan efek merugikannya telah dikenali.
Nama lain untuk Kokain : Snow, coke, girl, lady dan crack ( kokain dalam bentuk yang paling murni dan bebas basa untuk mendapatkan efek yang lebih kuat ).
EFEK SAMPING YANG DITIMBULKAN :
Kokain digunakan karena secara karakteristik menyebabkan elasi, euforia, peningkatan harga diri dan perasan perbaikan pada tugas mental dan fisik. Kokain dalam dosis rendah dapat disertai dengan perbaikan kinerja pada beberapa tugas kognitif.
GEJALA INTOKSITASI KOKAIN :
Pada penggunaan Kokain dosis tinggi gejala intoksikasi dapat terjadi, seperti agitasi iritabilitas gangguan dalam pertimbangan perilaku seksual yang impulsif dan kemungkinan berbahaya agresi peningkatan aktivitas psikomotor Takikardia Hipertensi Midriasis .
GEJALA PUTUS ZAT:
Setelah menghentikan pemakaian Kokain atau setelah intoksikasi akut terjadi depresi pascaintoksikasi ( crash ) yang ditandai dengan disforia, anhedonia, kecemasan, iritabilitas, kelelahan, hipersomnolensi, kadang-kadang agitasi.
Pada pemakaian kokain ringan sampai sedang, gejala putus Kokain menghilang dalam 18 jam. Pada pemakaian berat, gejala putus Kokain bisa berlangsung sampai satu minggu, dan mencapai puncaknya pada dua sampai empat hari.
Gejala putus Kokain juga dapat disertai dengan kecenderungan untuk bunuh diri. Orang yang mengalami putus Kokain seringkali berusaha mengobati sendiri gejalanya dengan alkohol, sedatif, hipnotik, atau obat antiensietas seperti diazepam ( Valium ).

                     Undang-Undang Narkotika


UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 22 TAHUN 1997
Tentang
NARKOTIKA
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-undang ini atau yang kemudian ditetapkan dengan Keputusan Menteri Kesehatan.
2. Produksi adalah kegiatan atau proses menyiapkan, mengolah, membuat, menghasilkan, mengemas, dan/ atau mengubah bentuk narkotika termasuk mengekstraksi, mengkonversi, atau merakit narkotika untuk memproduksi obat.
3. Impor adalah kegiatan memasukkan narkotika ke dalam Daerah Pabean.
4. Ekspor adalah kegiatan mengeluarkan narkotika dari Daerah Pabean.
5. Peredaran gelap narkotika adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara tanpa hak dan melawan hukum yang ditetapkan sebagai tindak pidana narkotika.
6. Surat Persetujuan Impor adalah surat persetujuan Menteri Kesehatan untuk mengimpor narkotika.
7. Surat Persetujuan Ekspor adalah surat persetujuan Menteri Kesehatan untuk mengekspor narkotika.
8. Pengangkutan adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan memindahkan narkotika dari satu tempat ke tempat lain, dengan cara moda, atau sarana angkutan apapun.
9. Pedagang besar farmasi adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan penyaluran sediaan farmasi termasuk narkotika dan alat kesehatan.
 
1
10. Pabrik obat adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan produksi serta penyaluran obat dan bahan obat, termasuk narkotika.
11. Transito narkotika adalah pengangkutan narkotika dari suatu negara ke negara lain dengan melalui dan singgah di Wilayah Negara Republik Indonesia yang terdapat Kantor Pabean dengan satu atau tanpa berganti sarana angkutan.
12. Pecandu adalah orang yang menggunakan menyalahgunakan narkotika dan dalam keadaan ketergantungan pada narkotika, baik secara fisik maupun psikis.
13. Ketergantungan narkotika adalah gejala dorongan untuk menggunakan narkotika secara terus menerus, toleransi dan gejala putus narkotika apabila penggunaan dihentikan.
14. Penyalahguna adalah orang yang menggunakan narkotika tanpa sepengetahuan dan pengawasan dokter.
15. Rehabilitasi medis adalah suatu proses kegiatan pengobatan secara terpadu untuk membebaskan pecandu dari ketergantungan narkotik.
16. Rehabilitasi sosial adalah suatu proses kegiatan pemulihan secara terpadu baik fisik, mental maupun sosial agar bekas pecandu narkotika dapat kembali melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan masyarakat.
17. Permufakatan jahat adalah perbuatan dua orang atau lebih dengan maksud bersepakat untuk melakukan tindak pidana narkotika.
18. Penyadapan adalah kegiatan atau serangkaian kegiatan penyelidikan dan/atau penyidikan yang dilakukan oleh Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia dengan cara melakukan penyadapan pembicaraan melalui telepon dan atau alat komunikasi elektronika lainnya.
19. Korporasi adalah kumpulan terorganisasi dari orang dan/atau kekayaan, baik merupakan badan hukum maupun bukan.
 
2
BAB II
RUANG LINGKUP DAN TUJUAN
Pasal 2
(1) Ruang lingkup pengaturan narkotika dalam Undang-undang ini adalah segala bentuk kegiatan dan/atau perbuatan yang berhubungan dengan narkotika.
(2) Narkotika sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) digolongkan menjadi:
a. Narkotika Golongan I;
b. Narkotika Golongan II; dan
c. Narkotika Golongan III.
(3) Penggolongajustifyn narkotika sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) untuk pertama kalinya ditetapkan sebagaimana terlampir dan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Undang-undang ini.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai perubahan penggolongan narkotika sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diatur dengan Keputusan Menteri Kesehatan.
Pasal 3
Pengaturan narkotika bertujuan untuk:
a. menjamin ketersediaan narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan;
b. mencegah terjadinya penyalahgunaan narkotika; dan
c. memberantas peredaran gelap narkotika.
Pasal 4
Narkotika hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan.
Pasal 5
Narkotika Golongan I hanya dapat digunakan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan dilarang digunakan untuk kepentingan lainnya.
 
3
BAB III PENGADAAN
Bagian Pertama
Rencana Kebutuhan Tahunan
Pasal 6
(1) Menteri Kesehatan mengupayakan tersedianya narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau untuk pengembangan ilmu pengetahuan.
(2) Untuk keperluan tersedianya narkotika sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Menteri Kesehatan menyusun rencana kebutuhan narkotika setiap tahun.
(3) Rencana kebutuhan narkotika sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) menjadi pedoman pengadaan, pengendalian, dan pengawasan narkotika secara nasional.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan rencana kebutuhan tahunan narkotika diatur dengan Keputusan Menteri Kesehatan.
Pasal 7
(1) Narkotika untuk kebutuhan dalam negeri diperoleh dari impor, produksi dalam negeri dan/atau sumber lain dengan berpedoman pada rencana kebutuhan tahunan narkotika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2).
(2) Narkotika yang diperoleh dari sumber lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berada di bawah pengendalian, pengawasan, dan tanggung jawab Menteri Kesehatan.
Bagian Kedua
Produksi
Pasal 8
(1) Menteri Kesehatan memberi izin khusus untuk memproduksi narkotika kepada pabrik obat yang telah memiliki izin sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
 
4
(2) Menteri Kesehatan melakukan pengendalian tersendiri dalam pelaksanaan pengawasan terhadap proses produksi, bahan baku narkotika, dan hasil akhir dari proses narkotika.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian izin dan pengendalian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Keputusan Menteri Kesehatan.
Pasal 9
(1) Narkotika Golongan I dilarang diproduksi dan/atau digunakan dalam proses produksi, kecuali dalam jumlah yang sangat terbatas untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan dilakukan dengan pengawasan yang ketat dari Menteri Kesehatan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelenggaraan produksi dan/ataupenggunaan dalam proses produksi dalam jumlah yang sangat terbatas untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Keputusan Menteri Kesehatan.
Bagian Ketiga
Narkotika untuk Ilmu Pengetahuan
Pasal 10
(1) Lembaga ilmu pengetahuan yang berupa lembaga pendidikan, pelatihan, ketrampilan, dan penelitian dan pengembangan yang diselenggarakan oleh Pemerintah maupun Swasta, yang secara khusus atau yang salah satu fungsinya melakukan kegiatan percobaan, penelitian dan pengembangan, dapat memperoleh, menerima, menyimpan, dan menggunakan narkotika dalam rangka kepentingan ilmu pengetahuan setelah mendapat izin dari Menteri Kesehatan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat-syarat dan tata cara untuk memperoleh izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Keputusan Menteri Kesehatan.
Bagian Keempat
Penyimpangan dan Pelaporan
Pasal 11
(1) Narkotika yang berada dalam penguasaan importir, eksportir, pabrik obat, pedagang besar farmasi, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah,
 
5
apotek, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter, dan lembaga ilmu pengetahuan, wajib disimpan secara khusus.
(2) Importir, eksportir, pabrik obat, pedagang besar farmasi, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, apotek, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter, dan lembaga ilmu pengetahuan, wajib membuat, menyampaikan, dan menyimpan laporan berkala mengenai pemasukan dan/atau pengeluaran narkotika yang ada dalam penguasaaanya.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyimpanan secara khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan jangka waktu, bentuk, isi, dan tata cara pelaporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan Keputusan Menteri Kesehatan.
(4) Pelanggaran terhadap ketentuan mengenai penyimpanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan/atau ketentuan mengenai pelaporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dapat dikenakan sanksi administratif oleh Menteri Kesehatan berupa:
a. teguran;
b. peringatan;
c. denda administratif;
d. penghentian sementara kegiatan; atau
e. pencabutan izin.
 
6
BAB IV IMPOR DAN EKSPOR
Bagian Pertama Surat Persetujuan Impor dan Surat Persetujuan Ekspor
Pasal 12
(1) Menteri Kesehatan memberi izin kepada 1 (satu) perusahaan pedagang besar farmasi milik negara yang telah memiliki izin sebagai importir sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk melaksanakan impor narkotika.
(2) Dalam keadaan tertentu, Menteri Kesehatan dapat memberi izin kepada perusahaan lain dari perusahaan milik negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang memiliki izin sebagai importir sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk melaksanakan impor narkotika.
Pasal 13
(1) Importir narkotika harus memiliki surat persetujuan impor untuk setiap kali melakukan impor narkotika dari Menteri Kesehatan.
(2) Surat Persetujuan impor narkotika Golongan I dalam jumlah yang sangat terbatas hanya dapat diberikan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan.
(3) Surat persetujuan impor sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan kepada pemerintah negara pengekspor.
Pasal 14
Pelaksanaan impor narkotika dilakukan atas dasar persetujuan pemerintah negara pengekspor dan persetujuan tersebut dinyatakan dalam dokumen yang sah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di negara pengekspor.
Pasal 15
(1) Menteri Kesehatan memberi izin kepada 1 (satu) perusahaan pedagang besar farmasi milik negara yang telah memiliki izin sebagai eksportir sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk melaksanakan ekspor narkotika.
 
7
(2) Dalam keadaan tertentu, Menteri Kesehatan dapat memberi izin kepada perusahaan lain dari perusahaan milik negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang memiliki izin sebagai eksportir sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk melaksanakan ekspor narkotika.
Pasal 16
(1) Eksportir narkotika harus memiliki surat persetujuan ekspor untuk setiap kali melakukan ekspor narkotika dari Menteri Kesehatan.
(2) Untuk memperoleh surat persetujuan ekspor narkotika harus dilampiri dengan surat persetujuan dari negara pengimpor.
Pasal 17
Pelaksanaan ekspor narkotika dilakukan atas dasar persetujuan pemerintah negara pengimpor dan persetujuan tersebut dinyatakan dalam dokumen yang sah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di negara pengimpor.
Pasal 18
Impor dan ekspor narkotika hanya dilakukan melalui kawasan pabean tertentu yang dibuka untuk perdagangan luar negeri.
Pasal 19
Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara memperoleh surat persetujuan impor dan surat persetujuan ekspor narkotika diatur dengan Keputusan Menteri Kesehatan.
Bagian Kedua
Pengangkutan
Pasal 20
Ketentuan peraturan perundang-undangan tentang pengangkutan barang, tetap berlaku bagi pengangkutan narkotika kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini atau diatur kemudian berdasarkan ketentuan undang-undang ini.
Pasal 21
(1) Setiap pengangkutan impor narkotika wajib dilengkapi dengan dokumen persetujuan ekspor narkotika yang sah sesuai dengan peraturan perundang-
 
8
undangan yang berlaku di negara pengekspor dan surat persetujuan impor narkotika yang dikeluarkan oleh Menteri Kesehatan.
(2) Setiap pengangkutan ekspor narkotika wajib dilengkapi dengan surat persetujuan ekspor narkotika yang dikeluarkan oleh Menteri Kesehatan dan dokumen persetujuan impor narkotika yang sah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di negara pengimpor.
Pasal 22
Penanggung jawab pengangkut impor narkotika yang memasuki Wilayah Negara Republik Indonesia wajib membawa dan bertanggung jawab atas kelengkapan surat persetujuan impor narkotika dari Menteri Kesehatan dan dokumen persetujuan ekspor narkotika yang sah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di negara pengekspor.
Pasal 23
(1) Eksportir narkotika wajib memberikan surat persetujuan ekspor narkotika dari Menteri Kesehatan dan dokumen persetujuan impor narkotika yang sah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di negara pengimpor kepada orang yang bertanggung jawab atas perusahaan pengangkutan ekspor.
(2) Orang yang bertanggung jawab atas perusahaan pengangkutan ekspor wajib memberikan surat persetujuan ekspor narkotika dari Menteri Kesehatan dan dokumen persetujuan impor narkotika yang sah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di negara pengimpor kepada penanggung jawab pengangkut.
(3) Penanggung jawab pengangkut ekspor narkotika wajib membawa dan bertanggung jawab atas kelengkapan surat persetujuan ekspor narkotika dari Menteri Kesehatan dan dokumen persetujuan impor narkotika yang sah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di negara pengimpor.
Pasal 24
(1) Narkotika yang diangkut harus disimpan pada kesempatan pertama dalam kemasan khusus atau di tempat yang aman di dalam kapal dengan disegel oleh nakhoda dengan disaksikan oleh pengirim.
(2) Nakhoda membuat berita acara tentang muatan narkotika yang diangkut.
(3) Nakhoda, dalam waktu paling lama 24 (dua puluh empat) jam setelah tiba di pelabuhan tujuan, wajib melaporkan narkotika yang dimuat dalam kapalnya kepada Kepala Kantor Pabean setempat.
 
9
(4) Pembongkaran muatan narkotika dilakukan dalam kesempatan pertama oleh nakhoda dengan disaksikan oleh Pejabat Bea dan Cukai.
(5) Nakhoda yang mengetahui adanya narkotika di dalam kapal secara tanpa hak, wajib membuat berita acara, melakukan tindakan-tindakan pengamanan, dan pada persinggahan pelabuhan pertama segera melaporkan dan menyerahkan narkotika tersebut kepada pihak yang berwenang.
Pasal 25
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 berlaku pula bagi kapten penerbang untuk pengangkutan udara.
Bagian Ketiga
Transito
Pasal 26
(1) Transito narkotika harus dilengkapi dengan dokumen persetujuan ekspor narkotika yang sah dari pemerintah negara pengekspor dan dokumen persetujuan impor narkotika yang sah dari pemerintah negara pengimpor sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di negara pengekspor dan pengimpor.
(2) Dokumen persetujuan ekspor narkotika dari pemerintah negara pengekspor dan dokumen persetujuan impor narkotika sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sekurang-kurangnya memuat keterangan tentang:
a. nama dan alat pengekspor dan pengimpor narkotika;
b. jenis, bentuk, dan jumlah narkotika; dan
c. negara tujuan ekspor narkotika.
Pasal 27
Setiap perubahan negara tujuan ekspor narkotika pada transito narkotika hanya dapat dilakukan setelah adanya persetujuan dari:
a. pemerintah negara pengekspor narkotika;
b. pemerintah negara pengimpor atau tujuan semula ekspor narkotika; dan
c. pemerintah negara tujuan perubahan ekspor narkotika.
 
10
Pasal 28
Pengemasan kembali narkotika pada transito narkotika, hanya dapat dilakukan terhadap kemasan asli narkotika yang mengalami kerusakan dan harus dilakukan di bawah tanggung jawab pengawasan Pejabat Bea dan Cukai.
Pasal 29
Ketentuan lebih lanjut mengenai kegiatan transito narkotika ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Keempat
Pemeriksaan
Pasal 30
Pemerintah melakukan pemeriksaan atas kelengkapandokumen impor, ekspor, dan/atau transito narkotika.
Pasal 31
(1) Importir narkotika memeriksa narkotika yang diimpornya dan wajib melaporkan hasilnya kepada Menteri Kesehatan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal diterimanya impor narkotika di perusahaan.
(2) Berdasarkan hasil laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Menteri Kesehatan menyampaikan hasil penerimaan impor narkotika kepada pemerintah negara pengekspor.
 
11
BAB V PEREDARAN
Bagian Pertama
Umum
Pasal 32
Peredaran narkotika meliputi setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan penyaluran atau penyerahan narkotika baik dalam rangka perdagangan, bukan perdagangan, maupun pemindahtanganan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan.
Pasal 33
(1) Narkotika dalam bentuk obat jadi hanya dapat diedarkan setelah terdaftar pada Departemen Kesehatan.
(2) Narkotika Golongan II dan III yang berupa bahan baku baik alamiah maupun sintetis dapat diedarkan tanpa wajib daftar pada Departemen Kesehatan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara pendaftaran narkotika dalam bentuk obat jadi dan peredaran narkotika yang berupa bahan baku diatur dengan Keputusan Menteri Kesehatan.
Pasal 34
Setiap kegiatan dalam rangka peredaran narkotika wajib dilengkapi dengan dokumen yang sah.
Bagian Kedua
Penyaluran
Pasal 35
(1) Importir, eksportir, pabrik obat, pedagang besar farmasi, dan sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah dapat melakukan kegiatan penyaluran narkotika berdasarkan ketentuan dalam undang-undang ini.
(2) Importir, eksportir, pabrik obat, pedagang besar farmasi, dan sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib memiliki izin khusus penyaluran narkotika dari Menteri Kesehatan.
 
12
Pasal 36
(1) Importir hanya dapat menyalurkan narkotika kepada pabrik obat tertentu atau pedagang besar farmasi tertentu.
(2) Pabrik obat tertentu hanya dapat menyalurkan narkotika kepada:
a. eksportir;
b. pedagang besar farmasi tertentu;
c. apotek;
d. sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah tertentu;
e. rumah sakit; dan
f. lembaga ilmu pengetahuan tertentu.
(3) Pedagang besar farmasi tertentu hanya dapat menyalurkan narkotika kepada:
a. pedagang besar farmasi tertentu lainnya;
b. apotek;
c. sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah tertentu;
d. rumah sakit;
e. lembaga ilmu pengetahuan; dan
f. eksportir.
(4) Sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah tertentu hanya dapat menyalurkan narkotika kepada:
a. rumah sakit pemerintah;
b. puskesmas; dan
c. balai pengobatan pemerintah tertentu.
Pasal 37
Narkotika Golongan I hanya dapat disalurkan oleh pabrik obat tertentu dan/atau pedagang besar farmasi tertentu kepada lembaga ilmu pengetahuan tertentu untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan.
 
13
Pasal 38
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara penyaluran narkotika diatur dengan Keputusan Menteri Kesehatan.
Bagian Ketiga
Penyerahan
Pasal 39
(1) Penyerahan narkotika hanya dapat dilakukan oleh:
a. apotek;
b. rumah sakit;
c. puskesmas;
d. balai pengobatan; dan
e. dokter.
(2) Apotek hanya dapat menyerahkan narkotika kepada:
a. rumah sakit;
b. puskesmas;
c. apotek lainnya;
d. balai pengobatan;
e. dokter; dan
f. pasien
(3) Rumah sakit, apotek, puskesmas, dan balai pengobatan hanya dapat menyerahkan narkotika kepada pasien berdasarkan resep dokter.
(4) Penyerahan narkotika oleh dokter hanya dapat dilaksanakan dalam hal:
a. menjalankan praktek dokter dan diberikan melalui suntikan;
b. menolong orang sakit dalam keadaan darurat melalui suntikan; atau
c. menjalankan tugas di daerah terpencil yang tidak ada apotek.
 
14
(5) Narkotika dalam bentuk suntikan dalam jumlah tertentu yang diserahkan dokter sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) hanya dapat diperoleh dari apotek.
Pasal 40
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara penyerahan narkotika diatur dengan Keputusan Menteri Kesehatan.
 
15
BAB VI LABEL DAN PUBLIKASI
Pasal 41
(1) Pabrik obat wajib mencantumkan label pada kemasan narkotika baik dalam bentuk obat jadi maupun bahan baku narkotika.
(2) Label pada kemasan narkotika sebagaimana dimaksud dalan ayat (1) dapat berbentuk tulisan, gambar, kombinasi tulisan dan gambar, atau bentuk lain yang disertakan pada kemasan atau dimasukkan dalam kemasan, ditempelkan, atau merupkan bagian dari wadah dan/atau kemasannya.
(3) Setiap keterangan yang dicantumkan dalam label narkotika harus lengkap dan tidak menyesatkan.
Pasal 42
Narkotika hanya dapat dipublikasikan pada media cetak ilmiah kedokteran atau media cetak ilmiah farmasi.
Pasal 43
Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara publikasi dan pencantuman label sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 dan Pasal 42 diatur dengan Keputusan Menteri Kesehatan.
 
16
BAB VII PENGOBATAN DAN REHABILITASI
Pasal 44
(1) Untuk kepentingan pengobatan dan/atau perawatan, pengguna narkotika dapat memiliki, menyimpan, dan/atau membawa narkotika.
(2) Pengguna narkotika sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus mempunyai bukti bahwa narkotika yang dimiliki, disimpan, dan/atau dibawa untuk digunakan, diperoleh secara sah.
Pasal 45
Pecandu narkotika wajib menjalani pengobatan dan/atau perawatan.
Pasal 46
(1) Orang tua atau wali dari pecandu narkotika yang belum cukup umur wajib melaporkannya kepada pejabat yang ditunjuk oleh Pemerintah untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan.
(2) Pecandu narkotika yang telah cukup umur wajib melaporkan diri atau dilaporkan oleh keluarganya kepada pejabat yang ditunjuk oleh pemerintah untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan.
(3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Keputusan Menteri Kesehatan.
Pasal 47
(1) Hakim yang memeriksa perkara pecandu narkotika dapat:
a. memutuskan untuk memerintahkan yang bersangkutan menjalani pengobatan dan/atau perawatan, apabila pecandu narkotika tersebut terbukti bersalah melakukan tindak pidana narkotika; atau
b. menetapkan untuk memerintahkan yang bersangkutan menjalani pengobatan dan/atau perawatan, apabila pecandu narkotika tersebut tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana narkotika.
(2) Masa menjalani pengobatan dan/atau perawatan bagi pecandu narkotika sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, diperhitungkan sebagai masa menjalani hukuman.
 
17
Pasal 48
(1) Pengobatan dan/atau perawatan pecandu narkotika dilakukan melalui fasilitas rehabilitasi.
(2) Rehabilitasi meliputi rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.
Pasal 49
(1) Rehabilitasi medis pecandu narkotika dilakukan di rumah sakit ditunjuk oleh Menteri Kesehatan.
(2) Atau dasar persetujuan Menteri Kesehatan, lembaga rehabilitasi tertentu yang diselenggarakan oleh masyarakat dapat melakukan rehabilitasi medis pecandu narkotika.
(3) Selain pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi medis, proses penyembuhan pecandu narkotika dapat diselenggarakan oleh masyarakat melalui pendekatan keagamaan dan tradisional.
Pasal 50
Rehabilitasi sosial bekas pecandu narkotika dilakukan pada lembaga rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh Meneteri Sosial.
Pasal 51
(1) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 diatur dengan Keputusan Menteri Kesehatan.
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 diatur dengan Keputusan Menteri Sosial.
 
18
BAB VIII PEMBINAAN DAN PENGAWASANI
Bagian Pertama
Pembinaan
Pasal 52
(1) Pemerintah melakukan pembinaan terhadap segala kegiatan yang berhubungan dengan narkotika.
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi upaya:
a. memenuhi ketersediaan narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan;
b. mencegah dan memberantas segala bentuk penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika;
c. mencegah pelibatan anak di bawah umur dalam penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika;
d. mendorong dan menunjang kegiatan penelitian dan/atau pengembangan teknologi di bidang narkotika guna kepentingan pelayanan kesehatan; dan
e. meningkatkan kemampuan lembaga rehabilitasi pecandu narkotika baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat.
Pasal 53
Pemerintah mengupayakan kerjasama bilateral, regional, multilateral dengan negara lain dan/atau badan internasional guna mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika sesuai dengan kepentingan nasional.
Pasal 54
(1) Pemerintah membentuk sebuah badan koordinasi narkotika tingkat nasional yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden.
(2) Badan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mempunyai tugas melakukan koordinasi dalam rangka ketersediaan, pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika.
 
19
(3) Ketentuan mengenai susunan, kedudukan organisasi dan tata kerja badan narkotika nasional sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dengan Keputusan Presiden.
Bagian Kedua
Pengawasan
Pasal 55
(1) Pemerintah melakukan pengawasan terhadap seluruh kegiatan yang berhubungan dengan narkotika.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan dan tata cara pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 56
(1) Menteri Kesehatan bertanggung jawab dalam pengendalian dan pengawasan terhadap importir, eksportir, pabrik obat, pedagang besar farmasi, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, apotek, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter, lembaga ilmu pengetahuan, dan lembaga rehabilitasi medis.
(2) Petugas yang melaksanakan pengawasan, dilengkapi dengan surat tugas.
(3) Dalam hal diketemukan adanya bukti permulaan yang cukup atau berdasarkan petunjuk permulaan yang patut diduga telah terjadi pelanggaran terhadap ketentuan Undang-undang ini, Menteri Kesehatan berwenang mengenakan sanksi administratif dalam bentuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (4).
(4) Untuk kepentingan penyelidikan dan penyidikan, sanksi administratif dengan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dapat ditangguhkan untuk sementara.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan dan tata cara pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Keputusan Menteri Kesehatan.
 
20
BAB IX PERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal 57
(1) Masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk berperan serta dalam membantu upaya pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika.
(2) Masyarakat wajib melaporkan kepada pejabat yang berwenang apabila mengetahui adanya penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika.
(3) Pemerintah wajib memberikan jaminan keamanan dan perlindungan kepada pelapor sebagaimana dimaksud dalam ayat (2).
Pasal 58
Pemerintah memberi penghargaan kepada anggota masyarakat atau badan yang telah berjasa dalam membantu upaya pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan/atau pengungkapan tindak pidana narkotika.
Pasal 59
Ketentuan lebih lanjut mengenai peran serta masyarakat, jaminan keamanan dan perlindungan, syarat dan tata cara pemberian penghargaan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
 
21
BAB X PEMUSNAHAN
Pasal 60
Pemusnahan narkotika dilakukan dalam hal:
a. diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku dan/atau tidak dapat digunakan dalam proses produksi;
b. kadaluarsa;
c. tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan dan/atau berkaitan untuk pengembangan ilmu pengetahuan; atau
d. berkaitan dengan tindak pidana.
Pasal 61
(1) Pemusnahan narkotika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 huruf a, b, dan c dilaksanakan oleh Pemerintah, orang, atau badan yang bertanggung jawab atas produksi dan/atau peredaran narkotika, sarana kesehatan tertentu, serta lembaga ilmu pengetahuan tertentu dengan disaksikan oleh pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Kesehatan.
(2) Pemusnahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan pembuatan berita acara yang sekurang-kurangnya memuat:
a. nama, jenis, sifat, dan jumlah;
b. keterangan tempat, jam, hari, tanggal, bulan, dan tahun dilakukan pemusnahan; dan
c. tanda tangan dan identitas lengkap pelaksanan dan pejabat yang memyaksikan pemusnahan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara pemusnahan narkotika sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Keputusan Menteri Kesehatan.
Pasal 62
(1) Pemusnahan narkotika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 huruf d dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
 
22
a. dalam hal pemusnahan narkotika dilaksanakan masih dalam tahap penyelidikan dan penyidikan, pemusnahan dilakukan oleh Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia dan disaksikan oleh pejabat yang mewakili Kejaksaan, Departemen Kesehatan, dan Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil yang menguasai barang sitaan;
b. dalam hal pemusnahan narkotika dilaksanakan setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap, pemusnahan dilakukan oleh Pejabat Kejaksaan dan disaksikan oleh pejabat yang mewakili Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Departemen Kesehatan.
(2) Apabila dalam keadaan tertentu pejabat yang mewakili instansi sebagaimana dimaksuddalam ayat (1) huruf a tidak dapat dipenuhi, maka pemusnahan narkotika dilakukan oleh Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia dengan disaksikan pejabat dari tempat kejadian perkara tindak pidana tersebut.
(3) Pemusnahan narkotika sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dilakukan dengan pembuatan berita acara yang sekurang-kurangnya memuat:
a. nama, jenis, sifat, dan jumlah;
b. keterangan tempat, jam, hari, tanggal, bulan, dan tahun dilakukan pemusnahan;
c. keterangan mengenai pemilik atau yang menguasai narkotika; dan
d. tanda tangan dan identitas lengkap pelaksana dan pejabat yang menyaksikan pemusnahan.
(4) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara pemusnahan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana berlaku bagi pemusnahan narkotika, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang ini.
 
23
BAB XI PENYIDIKAN, PENUNTUTAN, DAN PEMERIKSAAN DI SIDANG PENGADILAN
Pasal 63
Penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tindak pidana narkotika, dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini.
Pasal 64
Perkara narkotika termasuk perkara yang didahulukan dari perkara lain untuk diajukan ke pengadilan guna penyelesaian secepatnya.
Pasal 65
(1) Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, kepada Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Departemen yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi masalah narkotika dapat diberikan wewenang khusus sebagai penyidik tindak pidana narkotika.
(2) Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berwenang:
a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan serta keterangan tentang tindak pidana narkotika;
b. melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga melakukan tindak pidana narkotika;
c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau badan hukum sehubungan dengan tindak pidana narkotika;
d. melakukan pemeriksaan atau penyitaan bahan atau barang bukti perkara tindak pidana narkotika;
e. melakukan pemeriksaan atas surat dan/atau dokumen lain tentang tindak pidana narkotika;
f. meminta bantuan tenaga ahli untuk tugas penyidikan tindak pidana narkotika; dan
g. menangkap dan menahan orang yang disangka melakukan tindak pidana narkotika.
 
24
Pasal 66
(1) Penyidik berwenang untuk membuka dan memeriksa setiap barang kiriman melalui pos dan alat-alat perhubungan lainnya, yang diduga keras mempunyai hubungan dengan tindak pidana narkotika yang sedang dalam penyidikan.
(2) Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia yang diberi tugas melakukan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana narkotika, berwenang untuk menyadap pembicaraan melalui telepon atau alat telekomunikasi lain yang dilakukan oleh orang yang diduga keras membicarakan masalah yang berhubungan dengan tindak pidana narkotika.
(3) Tindakan penyadapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) berlangsung untuk jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari.
Pasal 67
(1) Penyidik dapat melakukan penangkapan terhadap setiap orang yang diduga keras berdasarkan bukti permulaan yang cukup melakukan tindak pidana narkotika untuk paling lama 24 (dua puluh empat) jam.
(2) Dalam hal waktu untuk pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) belum mencukupi, maka atasan langsung penyidik dapat memberi izin untuk memperpanjang penengkapan tersebut untuk paling lama 48 (empat puluh delapan) jam.
Pasal 68
Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia berwenang melakukan teknik penyidikan penyerahan yang diawasi dan teknik pembelian terselubung.
Pasal 69
(1) Penyidik yang melakukan penyitaan narkotika, atau yang diduga narkotika, atau yang mengandung narkotika wajib melakukan penyegelan dan membuat berita acara penyitaan pada hari penyitaan dilakukan, yang sekurang-kurangnya memuat:
a. nama, jenis, sifat, dan jumlah;
b. keterangan tempat, jam, hari, tanggal, bulan, dan tahun dilakukan penyitaan;
c. keterangan mengenai pemilik atau yang menguasai narkotika; dan
 
25
d. anda tangan dan identitas lengkap pejabat penyidik yang melakukan penyitaan.
(2) Dalam hal penyitaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil, penyidik wajib memberitahukan atau menyerahkan barang sitaan tersebut kepada Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia setempat dalam waktu selambat-lambatnya 3 X 24 (tiga kali dua puluh empat) jam sejak dilakukan penyitaan dan tembusan berita acara disampaikan kepada Kepala Kejaksaan Negeri setempat, Ketua Pengadilan Negeri setempat, dan pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Kesehatan.
(3) Dalam hal penyitaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, penyidik wajib memberitahukan penyitaan yang dilakukan kepada Kepala Kejaksaan Negeri setempat dalam waktu selambat-lambatnya 3 X 24 (tiga kali dua puluh empat) jam sejak dilakukan penyitaan dan tembusannya disampaikan kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat dan pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Kesehatan.
(4) Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia yang menerima penyerahan barang sitaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), wajib melakukan penyegelan dan membuat berita acara yang sekurang-kurangnya memuat;
a. nama, jenis, sifat, dan jumlah;
b. keterangan tempat, jam, hari, tanggal, bulan, dan tahun penyerahan barang sitaan oleh penyidik;
c. keterangan mengenai pemilik atau yang menguasai narkotika;
d. dentitas lengkap pejabat yang melakukan serah terima barang sitaan.
(5) Untuk keperluan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan, penyidik menyisihkan sebagian barang sitaan untuk diperiksa atau diteliti di laboratorium tertentu yang ditunjuk oleh Menteri Kesehatan, dan dilaksanakan selambat-lambatnya dalam waktu 3 X 24 (tiga kali dua puluh empat) jam sejak dilakukan penyitaan.
(6) Penyidik bertanggung jawab atas penyimpanan barang sitaan.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara pengambilan sampel serta pemeriksaan di laboratorium diatur dengan Keputusan Menteri Kesehatan.
(8) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara penyimpanan narkotika yang disita ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
 
26
Pasal 70
(1) Kepala Kejaksaan Negeri setempat setelah menerima pemberitahuan tentang penyitaan barang narkotika dari penyidik, selambat-lambatnya dalam waktu 7 (tujuh) hari wajib menetapkan status barang sitaan narkotika tersebut untuk kepentingan pemngembangan ilmu pengetahuan, dan/atau dimusnahkan.
(2) Barang sitaan narkotika yang berada dalam penyimpanan dan pengamanan penyidik yang telah ditetapkan untuk dimusnahkan, wajib dimusnahkan selambat-lambatnya dalam waktu 5 (lima) hari terhitung sejak menerima penetapan pemusnahan dari Kepala Kejaksaan Negeri setempat.
(3) Pemusnahan barang sitaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilaksanakan berdasarkan ketentuan Pasal ayat (1) huruf a.
(4) Barang sitaan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diserahkan kepada Menteri Kesehatan atau pejabat yang ditunjuk, selambat-lambatnya dalam waktu 5 (lima) hari terhitung sejak menerima penetapan dari Kepala Kejaksaan Negeri setempat.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara pelaksanaan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dengan Keputusan Jaksa Agung.
Pasal 71
(1) Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia wajib memusnahkan tanaman narkotika yang diketemukan selambat-lambatnya 24 (dua puluh empat) jam sejak saat diketemukan, setelah sebagian disisihkan untuk kepentingan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan.
(2) Pemusnahan dan penyisihan sebagian tanaman narkotika sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan pembuatan berita acara yang sekurang-kurangnya memuat:
a. nama, jenis, sifat dan jumlah;
b. keterangan tempat, jam, hari, tanggal, bulan, dan tahun diketemukan dan dilakukan pemusnahan;
c. keterangan mengenai pemilik atau yang menguasai tanaman narkotika; dan
d. tanda tangan dan identitas lengkap pelaksana dan pejabat atau pihak-pihak lain yang menyaksikan pemusnahan.
 
27
(3) Bagian narkotika yang tidak dimusnahkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disimpan oleh Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia untuk kepentingan pembuktian atau diserahkan kepada Menteri Kesehatan atau pejabat yang ditunjuk untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 dan Pasal 70.
Pasal 72
Proses penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan tidak menunda atau menghalangi penyerahan barang sitaan menurut ketentuan batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 dan Pasal 70.
Pasal 73
(1) Apabila dikemudian hari terbukti berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap diketahui bahwa barang sitaan yang telah dimusnahkan menurut ketentuan Pasal 70 dan Pasal 71 diperoleh atau dimiliki secara sah, kepada pemilik barang yang bersangkutan diberikan ganti rugi oleh Pemerintah.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 74
Untuk kepentingan penyidikan atau pemeriksaan di sidang pengadilan, tersangka atau terdakwa wajib memberikan keterangan tentang seluruh harta bendanya dan harta benda istri atau suami, anak dan setiap orang atau badan yang diketahuinya atau yang diduga mempunyai hubungan dengan tindak pidana narkotika yang dilakukan tersangka atau terdakwa.
Pasal 75
Dalam hal tertentu, hakim berwenang meminta terdakwa membuktikan bahwa seluruh harta bendanya dan harta benda istri atau suami, anak, dan setiap orang atau badan, bukan berasal dari hasil tindak pidana narkotika yang dilakukan terdakwa.
Pasal 76
(1) Di sidang pengadilan, saksi dan orang lain yang bersangkutan dengan perkara tindak perkara narkotika yang sedang dalam pemeriksaan, dilarang menyebut nama dan alamat pelapor atau hal-hal yang memberikan kemungkinan dapat diketahuinya identitas pelapor.
 
28
(2) Sebelum sidang dibuka, hakim mengingatkan saksi dan orang lain mengenai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Pasal 77
(1) Narkotika dan alat yang digunakan di dalam tindak pidana narkotika atau yang menyangkut narkotika serta hasilnya dinyatakan dirampas untuk negara.
(2) Narkotika yang dinyatakan dirampas untuk negara sebagimana dimaksud dalam ayat (1) segera dimusnahkan, kecuali sebagian atau seluruhnya ditetapkan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan.
(3) Dalam hal alat yang dirampas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah milik pihak ketiga yang beritikad baik, maka pemilik dapat mengajukan keberatan terhadap perampasan tersebut kepada pengadilan yang bersangkutan, dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari setelah pengumuman putusan pengadilan tingkat pertama.
(4) Tata cara pemusnahan dan pemanfaatan dan narkotika, alat dan hasil dari tindak pidana narkotika dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang ini atau ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
 
29
BAB XII KETENTUAN PIDANA
Pasal 78
(1) Barang siapa tanpa hak dan melawan hukum:
a. menanam, memelihara, mempunyai dalam persediaan, memiliki, menyimpan, atau menguasai narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman; atau
b. memiliki, menyimpan untuk dimiliki atau untuk persediaan , atau menguasai narkotika Golongan I bukan tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(2) Apabila tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didahului dengan permufakatan jahat, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan denda paling sedikit Rp. 25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) dan paling banyak Rp. 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).
(3) Apabila tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara terorganisasi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling sedikit Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah).
(4) Apabila tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh korporasi, dipidana denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).
Pasal 79
(1) Barang siapa tanpa hak dan melawan hukum:
a. memiliki, menyimpan untuk dimiliki atau untuk persediaan, atau menguasai narkotika Golongan II, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan denda paling banyak Rp. 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah);
b. memiliki, menyimpan untuk dimiliki atau untuk persediaan, atau mnguasai narkotika Golongan III, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) .
(2) Apabila tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam:
 
30
a. ayat (1) huruf a didahului dengan permufakatan jahat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah);
b. ayat (1) huruf b didahului dengan permufakatan jahat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan denda paling banyak Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
(3) Apabila tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam:
a. ayat (1) huruf a dilakukan secara terorganisasi, dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah;
b. ayat (1) huruf b dilakukan secara terorganisasi, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah);
(4) Apabila tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam:
a. ayat (1) huruf a dilakukan oleh korporasi, dipidana denda paling banyak Rp. 3.000.000.000,00 (tiga milyar rupiah);
b. ayat (1) huruf b dilakukan oleh korporasi, dipidana denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
Pasal 80
(1) Barang siapa tanpa hak dan melawan hukum:
a. memproduksi, mengolah, mengekstraksi, mengkonversi, merakit, atau menyediakan narkotika Golongan I, dipidana dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling lama 20 ( dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah);
b. memproduksi, mengolah, mengkonversi, merakit, atau menyediakan narkotika Golongan II, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah);
c. memproduksi, mengolah, mengkonversi, merakit, atau menyediakan narkotika Golongan III, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan denda paling banyak Rp. 200.000.000,00 ( dua ratus juta rupiah).
 (2) Apabila tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam:
31
 
a. ayat (1) huruf a didahului dengan permufakatan jahat, dipidana dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 ( dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 ( dua milyar rupiah);
b. ayat (1) huruf b didahului dengan permufakatan jahat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 18 (delapan belas) tahun, dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 ( satu milyar rupiah);
c. ayat (1) huruf c didahului dengan permufakatan jahat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun, dan denda paling banyak Rp. 400.000.000,00 ( empat ratus juta rupiah);


(3) Apabila tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam:
a. ayat (1) huruf a dilakukan secara terorganisasi, dipidana dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); dan paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah);
b. ayat (1) huruf b dilakukan secara terorganisasi, dipidana dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 3.000.000.000,00 (tiga milyar rupiah);
c. ayat (1) huruf c dilakukan secara terorganisasi, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah);
(4) Apabila tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam:
a. ayat (1) huruf a dilakukan oleh korporasi, dipidana denda paling banyak Rp. 7.000.000.000,00 (tujuh milyar rupiah);
b. ayat (1) huruf b dilakukan oleh korporasi, dipidana denda paling banyak Rp. 4.000.000.000,00 (empat milyar rupiah);
c. ayat (1) huruf c dilakukan oleh korporasi, dipidana denda paling banyak Rp. 3.000.000.000,00 (tiga milyar rupiah).
 
32
Pasal 81
(1) Barang siapa tanpa hak dan melawan hukum:
a. membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito narkotika Golongan I, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp. 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah);
b. membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito narkotika Golongan II, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah);
c. membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito narkotika Golongan III, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan denda paling banyak Rp. 200.000.000,00 ( dua ratus juta rupiah).
(2) Apabila tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didahului dengan permufakatan jahat, maka terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam:
a. ayat (1) huruf a, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 18 (delapan belas) tahun dan denda paling sedikit Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah);
b. ayat (1) huruf b, dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah);
c. ayat (1) huruf c, dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun dan paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(3) Apabila tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam:
a. ayat (1) huruf a dilakukan secara terorganisasai, dipidana dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 4.000.000.000,00 (empat milyar rupiah);
b. ayat (1) huruf b dilakukan secara terorganisasai, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah);
c. ayat (1) huruf c dilakukan secara terorganisasai, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (dua milyar rupiah).
 
33
(4) Apabila tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam:
a. ayat (1) huruf a dilakukan oleh korporasi, dipidana denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah);
b. ayat (1) huruf b dilakukan oleh korporasi, dipidana denda paling banyak Rp. 3.000.000.000,00 (tiga milyar rupiah);
c. ayat (1) huruf c dilakukan oleh korporasi, dipidana denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah).
Pasal 82
(1) Barang siapa tanpa hak dan melawan hukum:
a. mengimpor, mengekspor, menawarkan untuk dijual, menyalurkan, menjual, membeli, menyerahkan, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, alat menukar narkotika Golongan I, dipidana dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak RP. 1.000.000.000,00 (satu miyar rupiah);
b. mengimpor, mengekspor, menawarkan untuk dijual, menyalurkan, menjual, membeli, menyerahkan, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, arau menukar narkotika Golongan II, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda sebanyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah);
c. mengimppor, mengekspor, menawarkan untuk dijual, menyalurkan, menjual, membeli, menyerahkan, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, atau tukar menukar narkotika Golongan III, dipidana pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda sebanyak Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
(2) Apabila tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didahului dengan permufakatan jahat, maka terhadap tindak pidanan sebagaimana dimaksud dalam:
a. ayat (1) huruf a, dipidana dengan pidana matiatau pidana seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 (dua miyar rupiah);
b. ayat (1) huruf b, dipidana dengan pidana penjara paling lama 18 (delapan belas) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah);
 
34
c. ayat (1) huruf c, dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan denda paling banyak Rp.750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah);
(3) Apabila tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam :
a. ayat (1) huruf a dilakukan secara terorganisasi, dipidana dengan pidana mati, atau pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 3.000.000.000,00 (tiga milyar rupiah).
b. ayat (1) huruf b dilakukan secara terorganisir, dipidana dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan paling banyak Rp. 4.000.000.000,00 (empat milyar rupiah);
c. ayat (1) huruf c dilakukan secara terorganisasi, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah).
(4) Apabila tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam:
a. ayat (1) huruf a dilakukan oleh korporasi, dipidana denda paling banyak Rp. 7.000.000.000,00 (tujuh milyar rupiah);
b. ayat (1) huruf b dilakukan oleh korporasi. dipidana denda paling banyak Rp. 4.000.000.000,00 (empat milyar rupiah);
c. ayat (10 huruf c dilakukan oleh korporasi, dipidana denda paling banyak Rp. 3.000.000.000,00 (tiga milyar rupiah).
Pasal 83
Percobaan atau permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana narkotika, sebagaimana diatur dalam Pasal 78, 79,80, 81, dan Pasal 82, diancam dengan pidana yang sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal-pasal tersebut.
Pasal 84
Barang siapa tanpa hak dan melawan hukum:
a. menggunakan narkotika terhadap orang lain dan memberikan narkotika Golongan I untuk digunakan orang lain, dipidanan dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp. 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah);
 
35
b. menggunakan narkotika terhadap orang lain atau memberikan narkotika Golongan II untuk digunakan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah);
c. menggunakan narkotika terhadap orang lain atau memberikan narkotika Golongan III untuk digunakan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah).
Pasal 85
Barang siapa tanpa hak dan melawan hukum:
a. menggunakan narkotika Golongan I bagi diri sendiri, dipidana pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun;
b. menggunakan narkotika Golongan II bagi diri sendiri, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun;
c. menggunakan narkotika Golongan III bagi diri sendiri, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun.
Pasal 86
(1) Orang tua atau wali pecandu yang belum cukup umur sebagaimana dimaksud dalam pasal 46 ayat (1) yang sengaja tidak melapor, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda sebanyak Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah).
(2) Pecandu narkotika yang belum cukup umur dan telah dilaporkan orang tua atau walinya sebagaimana dimaksud dalam pasal 46 ayat (1) tidak dituntut pidana.
Pasal 87
Barang siapa menyuruh, memberi atau menjanjikan sesuatu, memberikan kesempatan, menganjurkan, memberikan kemudahan, memaksa, memaksa dengan ancaman, memaksa dengan kekerasan, melakukan tipu muslihat, atau membujuk anak yang belum cukup umur untuk melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78, 79, 80, 81, 82, 83 dan Pasal 84, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
 
36
Pasal 88
(1) Pecandu narkotika yang telah cukup umur dan dengan sengaja tidak melaporkan diri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp. 2.000.000,00 (dua juta rupiah).
(2) Keluarga pecandu narkotika sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang dengan sengaja tidak melaporkan pecandu narkotika tersebut dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah).
Pasal 89
Pengurus pabrik obat yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 dan Pasal 42, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan denda paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Pasal 90
Narkotika dan hasil-hasil yang diperoleh dari tindak pidana narkotika serta barang-barang atau peralatan yang digunakan untuk melakukan tindak pidana narkotika, dirampas untuk negara.
Pasal 91
Penjatuhan pidana terhadap segala tindak pidana narkotika dalam undang-undang ini kecuali yang dijatuhi pidana kurungan atau pidana denda tidak lebihdari Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah) dapat pula dipidana dengan pidana tambahan berupa pencabutan hak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 92
Barang siapa tanpa hak dan melawan hukum menghalang-halangi atau mempersulit penyidikan, penuntutan, atau pemeriksaan perkara tindak pidana narkotika di muka sidang pengadilan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
Pasal 93
Nakhoda atau kapten penerbang yang tanpa hak dan melawan hukum tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 atau Pasal 25, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
 
37
Pasal 94
(1) Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil yang secara melawan hukum tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 dan Pasal 71 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah).
(2) Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil yang secara melawan hukum tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 dan Pasal 71 dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 95
Saksi yang memberi keterangan tidak benar dalam pemeriksaan perkara tindak pidana narkotika di muka sidang pengadilan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
Pasal 96
Barang siapa dalam jangka waktu 5 (lima) tahun melakukan pengulangan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78, 79, 80, 81, 82, 83, 84, 85 dan Pasal 87 pidananya dapat ditambah dengan sepertiga dari pidana pokok, kecuali yang dipidana dengan pidana mati, seumur hidup atau pidana penjara 20 (dua puluh) tahun.
Pasal 97
Barang siapa melakukan tindak pidana narkotioka sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78, 79, 80, 81, 82, 83, 84, 85 dan Pasal 87, di luar wilayah Negara Republik Indonesia diberlakukan pula ketentuan undang-undang ini.
Pasal 98
(1) Terhadap warga negara asing yang melakukan tindak pidana narkotika dan telah menjalani pidananya sebagaimana diatur dalam undang-undang ini, dilakukan pengusiran keluar wilayah Negara Republik Indonesia.
(2) Warga negara asing yang telah diusir sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilarang masuk kembali ke wilayah Negara Republik Indonesia.
(3) Warga negara asing yang pernah melakukan tindak pidana narkotika di luar negeri, dilarang memasuki wilayah Negara Republik Indonesia.
 
38
Pasal 99
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah), bagi:
a. pimpinan rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, sarana penyimpanan sediaan farmasi milik pemerintah, apotik, dan dokter yang mengedarkan narkotika Golongan II dan III bukan untuk kepentingan pelayanan kesehatan;
b. pimpinan lembaga ilmu pengetahuan yang menanam,. membeli, menyimpan, atau menguasai tanaman narkotika bukan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan;
c. pimpinan pabrik obat tertentu yang memproduksi narkotika Golongan I bukan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan; atau
d. pimpinan pedagang besar farmasi yang mengedarkan narkotika Golongan Iyang bukan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan atau mengedarkan narkotika Golongan II dan III bukan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau bukan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan.
Pasal 100
Apabila putusan pidana denda sebagaimana diatur dalam undang-undang ini tidak dapat dibayar oleh pelaku tindak pidana narkotika, dijatuhkan pidana kurungan pengganti denda sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
 
39
BAB XIII KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 101
(1) Prekursor dan alat-alat yang potensial dapat disalahgunakan untuk melakukan tindak pidana narkotika ditetapkan sebagai barang di bawah pengawasan Pemerintah.
(2) Prekursor dan alat-alat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan keputusan Menteri Kesehatan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penggunaan dan pengawasan prekursor dan alat-alat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah
 
40
BAB XIV KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 102
Semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaandari Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1976 tentang Narkotika (Lembaran Negara Tahun 1976 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3086) pada saat Undang-undang ini diundangkan, masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum diganti dengan peraturan baru berdasarkan Undang-undang ini.
 
41
BAB XV KETENTUAN PENUTUP
Pasal 103
Dengan berlakunya Undang-undang ini, maka Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1976 tentang Narkotika (Lembaran Negara Tahun 1976 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3086) dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 104
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan perundang undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 1 September 1997
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd
SOEHARTO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 1 September 1997
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
ttd
MOERDIONO
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1997 NOMOR 67 42

Tidak ada komentar:

Posting Komentar